Papandayan, gunungnya para ahli keris...


Hari ini, Rabu 18 Maret 2009, hari ini aku terlalu penat dengan segala keadaan yang sedang terjadi. Ingin bergegas mencari suatu tempat yang dapat membantuku menenangkan diri dan mengistirahtkan pikiranku sejenak dari segala kesibukan yang kulakukan. Bingung akan apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikan semua ke keadaan “normal” akhirnya kuputuskan untuk kembali ke alam. Tempat dimana aku banyak belajar tentang kehidupan. Gn.Papandayan, 2622mdpl akhirnya menjadi tujuanku.
Setelah mengumpulkan niat dan mental yang besar untuk menjadi “Single Fighter” aku segera packing segala keperluan yang aku perlukan untuk melakukan pendakian “insane” ini. Awalnya ingin kugunakan Carrier Avtech 70L untuk melakukan pendakian ini, namun akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan carrier Deuter “Futura” 28L karena barang yang kubawa tidak banyak. Setelah bersiap2 aku bergegas menuju Kontrakan saudara-saudara ku untuk mengucapkan salam dan memohon doa dalam pendakian kali ini.

Aku bergegas menuju terminal Cikarang Baru mengingat waktu yang semakin sore, karena takut tertinggal bus. Sesampainya disana bus yang harus ku tumpangi menuju Garut sudah tidak ada, namun masih ada bus Prima Jasa tujuan Bandung. Aku bertanya kepada para supir dan kondektur mengenai transportasi apa yang bisa membawaku ke Garut dalam keadaan seperti itu. Mereka menjelaskan bahwa sebaiknya aku menumpangi bus Prima Jasa sampai di Rest Area Km 57, dari situ aku dapat menukar bus dengan Bus Prima Jasa lainnya tujuan Garut. Aku menurut akan saran mereka. Awan keberuntungan kembali menaungi ku karena sesampainya aku di Rest Area Km.57 bus Prima Jasa jurusan Lebak Bulus – Garut tepat berada disampingku. Akhirnya aku pun berpindah bus dan akupun semakin dekat dengan tujuanku.

Waktu menunjukkan pk 10.30, aku pun tiba di terminal Garut. Waktu sudah terlalu malam, hanya sinar bulan dan sesekali lampu warung dipinggir jalan yang menerangi kota Garut malam itu. Aku pun mampir di warung nasi didepan termina guna mengisi perutku karena hari itu aku belum sempat makan apa2. Setelah selesai memuaskan kebutuhan jasmani ku aku pun bertanya kepada orang sekitar mengenai transportasi apa yang dapat aku tumpangi untuk sampai di pos pendakian Gn.Papandayan. Mereka mengatakan bahwa udah tak ada kendaraan yang dapat membawaku kesana. Ojek pun menjadi alternatif terakhir yang dapat kutumpangi menuju ke pos pendakian tersebut. Setelah bersiap semua dan melakukan tawar menawar mengenai harga ojek, akhirnya akupun berangkat menuju pos pendakian Gn.Papandayan.

Perjalanan menuju pos pendakian cukup panjang, 1 jam waktu yang harus kutempuh dengan duduk di kursi penumpang motor untuk sampai di pos pendakian. Hal tersebut cukup membuat pantatku tepos. Setibanya di pos pendakian hanya kutemukan seekor anjing, tidak ada siapapun yang kutemui selain gelapnya malam dan asap dari kawah belerang di kejauhan. Sungguh indah malam itu, ditemani dengan deru suara angin, dan bintang yang bertaburan di atas ku. Hari pun sudah berganti selama satu menit, melihat keadaan di sekitarku yang tidak mendukung untuk melakukan pendakian sendiri kuputuskan untuk beristirahat malam itu dan menunggu ketika sinar mentari kembali menyinari Gn.Papandayan.

Pagi itu kira-kira pk.06.00 aku pun terbangun ketika sinar matahari mulai menyinari wajahku. Pak Dedi (penjaga warung) mulai menanyaiku mengenai kedatangan ku hingga bisa tidur di depan warung yang beralaskan bintang dan hanya diselimuti oleh sleeping bed Consina Sleeping Moon ku. Setelah berbincang-bincang sejenak ditemani teh manis hangat yang sangat wangi dan gorengan, datanglah 2 orang (Mas Ayi dan Mas Didu) menanyaiku apakah maksud dan tujuan ku datang ke Gunung Papandayan. Aku pun menjelaskan bahwa Puncak Papandayan menjadi tujuanku hari itu. Kemudian, mereka menawarkanku jasa sebagai pemandu jalan. Mereka mulai menawarkan harga sebagai pemandu jalan, aku menjelaskan bahwa uang yang ku bawa hari itu tidak lah banyak karena pendakian ini sejujurnya hanya bermodalkan iman, mental, dan air. Akhirnya kami sepakat bahwa aku membayar mereka dengan menggunakan sleeping bed ku dan sedikit tambahan uang.

Pendakian pun dimulai, kira-kira mulai 7 pagi itu kami bertiga berangkat menuju tujuan kami, Puncak Papandayan. Pos pertama yang harus kami lalui adalah Tegal Alun. Kami melakukan pemotongan jalur karena kami tidak melewati Pos Pondok Selada. Jalan yang kami tempuh untuk sampai di Pos Tegal Alun dimulai dengan tanjakan yang cukup maknyos melewati pinggiran kawah Papandayan, dilanjutkan dengan melewati padang tandus dimana sungguh indah karena padang ini seperti pandang gurun berpasir putih dan hanya ditumbuhi oleh pohon-pohon yang sudah mati dikarenakan terkena semburan Lava panas ketika Gunung Papandayan yang meletus di tahun 2002.

Setelah melewati padang tersebut, kami melanjutkan perjalanan memasuki hutan dimana pohon-pohonnya tidak terlalu tinggi, dan kalau melihat jenis vegetasinya biasanya vegetasi ini adalah tumbuhan yang tumbuh sebelum vegetasi tanaman edelwais. Di dalam hutan kecil ini, aku kembali ditakjubkan dengan tumpukan-tumpukan tanah yang terjadi akibat letusan tersebut. Yang membuat ku takjub, tumpukan-tumpukan tanah itu membentuk seperti sekumpulan arca kecil.

Setelah melewati “arca” tersebut, kami berjalan tidak terlalu jauh dan mulai memasuki tanjakan. Tanjakan ini bisa dikatakan lumayan sekitar kurang lebih 50m vertikal ke atas. Di ujung dari tanjakan ini, kami memasuki daerah terbuka yang dapat dikatakan kering dan subur. Mas Ayi mengatakan bahwa kita sudah sampai di pos Tegal Alun. Ketika kaki saya pertama kali menginjak daerah ini, hal yang saya rasakan adalah “Sungguh Besar Kuasa Tuhan untuk Manusia” sungguh indah padang ini. Walau belum banyak tumbuhan edelwais yang tumbuh di daerah ini, tapi tidak mengurangi keindahan dari Tegal Alun ini. Mas Ayi dan Mas Didu mengatakan bahwa tumbuhan edelawais yang tumbuh di daerah ini baru berumur 7tahun. Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa tumbuhan Edelwais adalah tumbuhan abadi. Jika tumbuhan ini sudah tumbuh, maka tidak akan pernah mati.


Edelwais di Papandayan menjadi mati ketika lava panas akibat letusan di tahun 2002. Sejak saat itu, baru tumbuh sedikit sekali tumbuhan ini di pos ini. Jika kita mengamati tinggi dari tumbuhan ini pun kita dapat melihat bahwa tumbuhan ini masih pendek sekali jika dibandingkan dengan tumbuhan edelwais di Surya Kencana, Gn.Gede. Setelah menikmati keindahan ini dan mengambil beberapa gambar, kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Gn.Papandayan.


Dengan hanya bermodal pisang sale, air, rokok, permen, dan tango kami berusaha mengisi supply tenaga ke tubuh kami untuk tetap bisa melanjutkan perjalanan ke puncak Papandayan. Perjalanan pun dilakukan, track yang kami lalui untuk menuju puncak 1 dilalui dengan tanjakan yang lebih berat jika dibandingkan dengan tanjakan menuju ke pos Tegal Alun.
Tanjakan menuju ke puncak 1 kami lewati, setelah itu kembali keindahan alam muncul. Kami melewati batu besar yang diberi nama batu cakup. Di bagian bawah batu tersebut terdapat lubang dan terowongan yang dapat dilewati manusia. Konon menurut cerita penduduk setempat, batu itu dapat membawa seseorang sampai ke Mekkah. Namun saja, orang tersebut harus memiliki ilmu yang sangat hebat karena didalam terowongan tersebut, lampu seterang apapun tidak dapat tembus dan hanya terdapat 2 lubang yakni 1 lubang masuk dan 1 lubang keluar. Jika seseorang tanpa ilmu masuk ke dalam lubang tersebut alhasil hanya maut yang akan ditemuinya karena kesulitan akan oksigen.
Batu Cakup...


Tidak beberapa lama, kami pun tiba di puncak 1, hal tersebut ditandai dengan adanya slayer salah satu mapala yang diikatkan di ranting pohon. Perjalanan kami lanjutkan mengingat target waktu kami. Akhirnya pada pk 11.30 kami pun tiba di puncak 3 yang diyakini sebagai puncak tertinggi di Gunung Papandayan. Sebenarnya, di gunung ini terdapat 4 puncak, namun puncak 3 yang diyakini sebagai puncak tertinggi. Aku sungguh beruntung karena ketika aku tiba di puncak 3, cuaca menjadi cerah kembali. Di atas puncak ini dapat kulihat dengan jelas keindahan dari kawah papandayan, dimana terdapat sebuah danau berwarna seperti coca-cola. Selain itu juga terlihat Tegal Alun dan Pondok Selada dari puncak. Sungguh indah pemandangan ini. Ketika aku sampai di puncak 3, aku bersyukur kepada Yesus, Tuhan karena hanya dengan kuasa dia aku dapat sampai di Puncak 3. Tanpa kuasanya aku tidak akan pernah sampai di tempat itu sendiri dan ditemani oleh 2 orang pemandu. Aku mengabadikan beberapa gambar dengan mengibarkan bendera DV (mapala) dan bendera PU (universitas) di puncak gunung ini. Selain itu juga, aku berdoa agar hubungan ku dengan orang yang kusayang dapat semakin terjaga untuk kedepannya. Oleh karena itu, aku meninggalkan gelang yang tali prusik yang kubuat bersamanya di puncak Gunung Papandayan yang menandakan bahwa aku datang kesini untuk nya dan karena Tuhan dan dialah aku dapat sampai di tempat itu.



Kami pun beristirahat sejenak guna memulihkan tenaga kami yang terkuras selama perjalanan menuju puncak. Sambil berbincang ditemani dengan sisa bekal di Tegal Alun. Saya mendapat banyak tambahan pengetahuan baru terlebih mengenai Gunung Papandayan itu sendiri. Setelah menyantap sisa makanan kami sampai habis kami melanjutkan perjalanan karena waktu suda menunjukkan pk 13.30 dan aku harus segera mengejar bus untuk kembali ke Jakarta.


Selama perjalanan turun, ternyata kami diharuskan melewati jalur sebaliknya dimana melewati puncak 4 dan tidak melalui jalur sebelumnya. Hal tersebut untuk menghemat waktu. Namun jalur yang kami lewati kali ini jika diandaika sebagai jalur waktu kami naik dapat dikatakan jalur lebih Extreme. Dikarenakan rapatnya ranting pohon disitu. Selain itu trap-trap batu yang lebih menantang. Di perjalanan pulang kami, kami menemukan sarang burung namun burungnya tidak ada. Hanya 2 buah telur yang ditinggalkan di dalam sangkar. Selain itu, mas Ayi dan mas Didu mencari akar-akar pohon yang dapat mereka buat sebagai accesoris untuk menambah penghasilan mereka. Pukul 13.30 akhirnya kami tiba di pos pendakian bawah.


Dari pendakian ini, aku semakin menyadari bahwa Tuhan menciptakan begitu indahnya yang tidak semua orang dapat menyadarinya. Sehingga mereka kadang tidak menghargai keindahan tersebut dengan melakukan perusakan dimana-mana. Contoh simple yang aku lihat ketika mendaki puncak, terdapat orang-orang yang melakukan penebangan liar di sisi lain hutan dan meninggalkan sisa-sisa potongan kayu begitu saja. Kita sebagai manusia berbudi sudah sebaiknya menjaga keindahan tersebut sebagai salah satu bentuk terima kasih kita kepada Sang Pencipta akan apa yang dapat masih kita nikmati sampai sekarang. Sisi lain dari itu jika aku mencoba merelasikan dengan kehidupan antara sesama manusia, kita sudah sebaiknya untuk selalu berusaha membangun hubungan yang baik guna menjaga kesinambungan hidup. Alangkah lebih baik jika kehidupan kita selalui diwarnai dengan kehidupan yang harmonis. Untuk menjaga kesinambungan itu, kita seharusnya menjaga hubungan yang baik dengan lebih menghormati satu sama lain. Hal simple yang dapat kita lakukan adalah kita sudah seharusnya membuat orang-orang di sekitar kita selalu bahagia dan menghargai kehidupan ini dengan tidak menjalani kehidupan yang merusak diri mereka. Semua hal tersebut dilakukan hanya untuk menghargai segala kehidupan yang telah kita terima dari sang Pencipta.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Sample Widget